Laporan PKL Sembawa



BAB I
PENDHULUAN

A. PENDAHULUAN
            Sejak awal pelaksanaan pembangunan perkebunan, karet alam selalu berada dalam urutan prioritas karena secara ekonomis sangat penting sebagai sumber devisa negara, secara sosial sangat strategis sebagai sumber penghidupan s
ebagian penduduk Indonesia dan secara ekologis mendukung kelestarian lingkungan hidup, sumber daya alam dan keanekaragaman hayati. Penetapan karet sebagai komoditas prioritas dalam pembangunan perkebunan bukan tanpa alasan. Lebih dari 80% pengusahaan karet berada di bawah pengelolaan jutaan petani perkebunan karet dengan luas pemilikan yang relatif kecil dan pengusahaan yang masih bersifat tradisional. Akibatnya produktivitas lahan masih berada di bawah potensi yang seharusnya dapat diraih.
            Pengelolaan perkebunan karet sering mengalami kendala, antara lain masalah organisme pengganggu tumbuhan (OPT) terutama masalah penyakit. Hampir seluruh bagian tanaman karet menjadi sasaran infeksi dari sejumlah penyakit tanaman, mulai dari jamur akar, penyakit bidang sadap, jamur upas sampai pada penyakit gugur daun. Penyakit karet telah mengakibatkan kerugian ekonomis dalam jumlah miliaran rupiah karena tidak hanya kehilangan produksi akibat kerusakan tanaman tetapi juga mahalnya biaya yang diperlukan dalam pengendaliannya. Diperkirakan kehilangan produksi setiap tahunnya akibat kerusakan oleh penyakit karet mencapai 5-15%. Sesuai dengan undang-undang tentang sistem budidaya tanaman nomor 12 tahun 1992 dan peraturan pemerintah no 6 tahun 1995 bahwa kegiatan perlindungan tanaman merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat yang dilaksanakan dengan mengimplementasikan pengendalian hama terpadu (PHT) yang aman terhadap manusia dan lingkungan.
            Dalam mengimplementasikan PHT ada 4 prinsip yang harus dilakukan mulai dari budidaya tanaman sehat, konservasi dan pemanfaatan musuh alami, pengamatan berkala dan berkesinambungan serta pemilik lahan/petani secara individu dan kelompoknya telah menjadi ahli PHT atau mandiri dalam pengambilan keputusan di dalam pengelolaan kebunnya. Peran perlindungan perkebunan sangat diperlukan untuk mengatasi masalah yang semakin besar dan kompleks ini. Tugas dan masalah tersebut akan dapat diatasi dengan baik apabila tersedia petugas yang terampil dan berwawasan luas serta bahan informasi
sebagai pedoman bagi petugas dalam bimbingan dan pengamatan yang akurat agar dapat dilakukan pengendalian yang tepat, untuk mengatasi masalah yang timbul di lapangan.

B. DASAR TEORI
v  BALAI PENELITIAN SEMBAWA
Balai penelitian Sumbawa adalah salah satu balai penelitian yang berada di sumatera selatan, tepatnya di Kabupaten Musi Banyu Asin. Penelian yang dilakukan dib alai penelitian ini dipusatkan pada tumbuhan karet dan kelapa sawit.
Balai penelitian ini diresmikan pada tanggal 18 April 1982 oleh mantan presiden Adam Malik.
image
Gambar.1.1 balai penelitian sembawa
Balai Penelitian Sembawa Terletak di tengah-tengah perkebunan karet rakyat, sejak tahun 1982 Balai Penelitian Sembawa menjalankan misinya untuk menghasilkan teknologi di bidang perkaretan.  Tidak kurang dari 27 orang tenaga peneliti yang handal dari berbagai disiplin ilmu  seperti pemuliaan, agronomi, proteksi tanaman, tanah dan iklim, pengolahan hasil, dan sosial ekonomi terintegrasi  bekerja dan berusaha menghasilkan teknologi yang bermanfaat bagi pengembangan perkebunan karet. Dilengkapi dengan berbagai laboratorium, kebun percobaan, perpustakaan, stasiun klimatologi, rumah kaca  yang memadai, Balai Penelitian Sembawa telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi yang terbukti mampu memberikan hasil yang nyata.  Berbagai inovasi teknologi tersebut seperti klon unggul karet, bahan tanam bermutu, sistem sadap, sistem usahatani karet terpadu baik pada tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM), pengendalian hama dan penyakit, rekomendasi pemupukan, perbaikan mutu bahan olah karet yang ramah lingkungan, dan model percepatan peremajaan karet rakyat partisipatif. 

v  TANAMAN KARET ( hevea bransiliensis )

            Budidaya tanaman karet
Tanaman karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Oleh sebab itu upaya peningkatan produktifitas usaha tani karet terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidaya.
200px-Latex_dripping
Gambar 1.2. Tanaman karet ( hevea brasiliensis )

Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis tumbuhan. Sumber utama produksi karet dalam perdagangan internasional adalah para atau Hevea brasiliensis (suku Euphorbiaceae). Beberapa tumbuhan lain juga menghasilkan getah lateks dengan sifat yang sedikit berbeda dari karet, seperti anggota suku ara-araan (misalnya beringin), sawo-sawoan (misalnya getah perca dan sawo manila), Euphorbiaceae lainnya, serta dandelion. Pada masa Perang Dunia II, sumber-sumber ini dipakai untuk mengisi kekosongan pasokan karet dari para. Sekarang, getah perca dipakai dalam kedokteran (guttapercha), sedangkan lateks sawo manila biasa dipakai untuk permen karet (chicle). Karet industri sekarang dapat diproduksi secara sintetis dan menjadi saingan dalam industri perkaretan.
Biji Karet
gambar 1.2. biji karet

v  GANGGUAN PADA TANAMAN KARET
1.Penyakit Jamur Akar Putih
Gejala Serangan
  • Mati mendadak seperti tersiram air panas pada musim hujan
  • Terbentuk buah lebih awal pada tanaman muda yang seharusnya belum cukup waktunya berbuah dan bertajuk tipis
  • Daun berwarna hijau gelap kusam dan keriput, permukaan daun menelungkup
  • Apabila perakaran dibuka maka pada permukaan akar terdapat semacam benangbenang
    berwarna putih kekuningan menempel dan pipih menyerupai akar rambut yang menempel kuat dan sulit dilepas
  • Gejala lanjut akar membusuk, lunak dan berwarna coklat Penyebab: Jamur Rigidoporus lignosus atau R. micropus

2. Penyakit Bidang Sadap Kanker Garis
Gejala Serangan
  • Adanya selaput tipis berwarna putih kelabu dan tidak begitu jelas menutupi alur sadap, apabila dikerok diatas irisan sadap akan tampak garis-garis tegak, berwarna coklat atau hitam
  • Garis-garis ini berkembang dan berpadu satu sama lain membentuk jalur hitam yang terlihat seperti retak-retak membujur pada kulit pulihan
  • Terdapat benjolan-benjolan atau cekungan-cekungan pada bekas bidang sadap lama sehingga sangat mempersulit penyadapan berikutnya
  • Gejala lanjut lateks yang keluar berwarna coklat dan berbau busuk
Penyebab: Phytophthora palmivora
3. Penyakit Bidang Sadap Mouldy Rot
Gejala serangan
  • Adanya lapisan beledru berwarna putih kelabu sejajar dengan alur sadap. Apabila lapusan dikerok, tampak bintik-bintik berwarna coklat kehitaman
  • Serangan bisa meluas sampai ke kambium dan bagian kayu
  • Pada serangan berat bagian yang sakit membusuk berwarna hitam kecoklatan sehingga sangat mengganggu pemulihan kulit
  • Bekas serangan membentuk cekungan berwarna hitam seperti melilit sejajar alur sadap. Bekas bidang sadap bergelombang sehingga menyulitkan penyadapan berikutnya atau tidak bisa lagi disadap.
4. Penyakit Bidang Sadap Kering Alur Sadap
Gejala serangan
  • Tanaman tampak sehat dan pertumbuah tajuk lebih baik dibandingkan tanaman normal
  • Tidak keluar lateks di sebagian alur sadap. Beberapa minggu kemudian keseluruhan alur sadap ini kering dan tidak mengeluarkan lateks
  • Lateks menjadi encer dan kadar karet kering (K3) berkurang
  • Kekeringan menjalar sampai ke kaki gajah baru ke panel sebelahnya
  • Bagian yang kering akan berubah warnanya menjadi coklat dan kadang-kadang terbentuk gum (blendok)
  • Pada gejala lanjut seluruh panel/kulit bidang sadap kering dan pecah-pecah hingga mengelupas
    Penyebab: ketidakseimbangan fisiologis dan penyadapan yang berlebihan
5. Penyakit Batang : Nekrosis Kulit
Gejala serangan
  • Timbul bercak coklat kehitaman seperti memar pada permukaan kulit dan dapat timbul mulai dari kaki gajah sampai di percabangan
  • Bercak membesar, bergabung satu sama lain, basah dan akhirnya seluruh kulit batang dan cabang membusuk
  • Penyakit berkembang pada lapisan kulit sebelah dalam dan merusak lapisan kambium bahkan sampai ke lapisan kayu
  • Serangan lanjut kulit pecah dan terjadi pendarahan karena pembuluh lateks pecah
    Penyebab: Jamur Fusarium solani, berasosiasi dengan Botrydiplodia sp
6. Penyakit Batang : Jamur Upas
Gejala serangan
  • Stadium Laba-Laba: Pada permukaan kulit bagian pangkal atau atas percabangan tampak benang putih seperti sutera mirip sarang laba-laba
  • Stadium Bongkol: Adanya bintil-bintil putih pada permukaan jaring laba-laba
  • Stadium Kortisium: Jamur membentuk selimut yaitu kumpulan benang-benang jamur berwarna merah muda. Jamur telah masuk ke jaringan kayu
  • Stadium Nekator: Jamur membentuk lapisan tebal hitam yang terdiri dari jaringan kulit yang membusuk dan kumpulan tetesan lateks yang berwarna coklat kehitaman meleleh di permukaan bidang yang terserang. Cabang atau ranting yang terserang akan membusuk dan mati serta mudah patah
    Penyebab: Jamur Cortisium salmonicolor
7. Penyakit Daun: Embun Tepung Oidium
Gejala serangan
  • adanya bercak yang tembus cahaya/translucens dan di bawah permukaan daun
    terdapat bunder berwarna putih
    Penyebab: jamur Oidium sp
8. Penyakit Daun: Gugur Daun Colletotrichum
Gejala serangan
  • adanya bercak coklat kehitaman, tepi daun menggulung. Pada daun umur lebih
    dari 10 hari terdapat bercak coklat dengan halo warna kuning selanjutnya bercak
    tersebut berlubang
    Penyebab: jamur Colletotrichum sp
9. Penyakit Daun: Gugur Daun Corynespora
Gejala serangan
  • adanya guratan menyerupai tulang ikan sejajar pada urat daun
    Penyebab: jamur Corynespora sp
10. Hama rayap
Gejala Serangan
  • Adanya gerekan pada batang dari ujung sampai ke akar dan memakan akar
11.Hama Babi Hutan
Gejala Serangan
  • Tanaman muda tiba-tiba tumbang
  • Perakaran rusak, daun menjadi layu dan kering
    Penyebab
    Sub barbatus, Sus scrofa vittatus
12.Hama: Uret
Gejala Serangan
Tanaman yang terserang berwarna kuning, layu dan akhirnya mati
Penyebab
Uret tanah Helotrichia serrata, H. sufoflava, H. fessa, Anomala varians, Leucophalis sp
dan Exopholis sp

13. GULMA
Gulma yang sering dijumpai di kebun karet adalah alang-alang (Imperata cylindrica), Ki
Rinyuh (Chromolaena odorata), dan Sembung Rambat (Mikania micrantha)
Gulma dapat menyebabkan:
- Penurunan hasil
- Penurunan kualitas hasil
- Mempersulit pelaksanaan kegiatan pemeliharaan/panen
- Menjadi inang bagi OPT
- Tertundanya masa panen (sadap)






BAB II
PEMBAHASAN

B. PELAKSANAAN

v  Waktu dan tenpat :
Hari : Senin, 7 juni 2010
Pukul : 07.00 – selesai
Tempat : Balai penelitian Sembawa, Banyu asin, sumatera selatan

v  Pembahasan :
karet             Tanaman karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Oleh sebab itu upaya peningkatan produktifitas usaha tani karet terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidayanya


                                             Gambar 2.1. perkebunan karet
Bibit Karet Sembawa  - Image
Gambar 2.2. Pembibitan karet

SYARAT TUMBUH
Tanaman karet dapat tumbuh baik dan berproduksi yang tinggi pada kondisi tanah
dan iklim sebagai berikut:
-       Di dataran rendah sampai dengan ketinggian 200 m diatas permukaan laut,
         suhu optimal 280 c.
-       Jenis tanah mulai dari vulkanis muda, tua dan aluvial sampai tanah gambut
        dengan drainase dan aerase yang baik, tidak tergenang air. pH tanah
         bervariasi dari 3,0-8,0
-       Curah hujan 2000 – 4000 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 100 -150 hari
PEMBIBITAN
            Perbanyakan tanaman karet dapat dilakukan secara generatif maupun vegetatif.
Namun demikian, cara perbanyakan yang lebih menguntungkan adalah secara
vegetatif yaitu dengan okulasi tanaman.
Okulasi sebaiknya dilaksanakan pada awal atau akhir musim hujan dengan tahapan
sbb:
-        Buatlah jendela pada batang bawah dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar
         1/2 – 3/4 cm.
-        Buatlah perisai pada entres dengan ukuran lebih kecil dari jendela dan mata
         diambil dari ketiak daun.
-        Bukalah jendela pada batang bawah kemudian selipkan perisai diantara kulit
          jendela dan kambium
-       Tutuplah kulit jendela kemudian dibalut dengan rafia atau pita plastik yang
         tebalnya 0,04 mm.
-       2 minggu setelah penempelan, penbalut dibuka dan periksalah perisai.
-       Potonglah batang bawah pada ketinggian 10 cm diatas tempelan dengan
        arah pemotongan miring.
        Klon-klon yang dianjurkan sebagai bibit batang bawah adalah:
        GTI, LCB 1320 dan PR 228.
PENANAMAN
-       Lahan/kebun diolah sebaik mungkin sebelumnya .
-       Lakukan pengairan untuk mengatur letak tanaman dalam barisan.
-       Luka potong akar tunggal dan akar lateral diolesi dengan pasta Rootone F
       dosis 125 mg ditambah dengan air 0,5 ml untuk satu stump.
-      Pembungkus okulasi dilepas agar tidak mengganggu pertumbuhan dan bibit
       siap ditanam
PEMELIHARAAN
-       Lakukan penyiangan untuk menghindari persaingan tanaman didalam
        pengambilan unsur hara.
-       Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang telah mati sampai
        dengan tanaman telah berumur 2 tahun pada saat musim penghujan.
-       Tunas palsu harus dibuang selama 2 bulan pertama dengan rotasi 2 minggu
        sekali, sedangkan tunas lain dibuang sampai tanaman mencapai ketinggian
        1,80 m.
-      Setelah tanaman berumur 2-3 tahun, dengan ketinggian 3,5 m dan bila belum
       bercabang, perlu diadakan perangsangan dengan cara pengeratan batang,
       pembungkusan pucuk daun dan pemenggalan
-      Lakukan pemupukan secara intensif pada tanaman baik pada kebun
       persemaian, kebun okulasi maupun kebun produksi, dengan menggunakan
       pupuk urea, TSP, dan KCL. Dosis pupuk disesuaikan dengan keadaan/jenis
       tanah. Untuk jenis tanah Latosol dan Podsolik Merah Kuning, anjuran dosis
       pupuk seperti pada tabel 1.
-     Hama-hama penting yang sering menyerang karet adalah:
a .Pseudococcus citri
Pengendaliannnya dengan menggunakan insektisida jenis
Metamidofos, dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 0,05 -0,1%.
b.Kutu Lak (Laeciper greeni)
Dapat diberantas dengan insektisida Albolinium (Konsentrasi 2%)
ditambah Surfactan citrowett 0,025%.

-     Penyakit-penyakit yang ditemui pada tanaman karet adalah: penyakit embun
tepung, penyakit daun, penyakit jamur upas, penyakit cendawan akar
putih-dan penyakit gugur dawn: Pencegahannya dengan menanam Klon yang
sesuai dengan lingkungan dan lakukan pengelolaan , tanaman secara tepat
dan teratur:

PENYADAPAN
            Penyadapan pertama dilakukan setelah tanaman berumur 5-6 tahun. Tinggi bukaan
sadap pertama 130 cm dan bukaan sadap kedua 280 cm diatas pertautan okulasi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penyadapan antara lain:
-      Pembukaan bidang sadap dimulai dari kiri atas kekanan bawah, membentuk
        sudut 300.
-      Tebal irisan sadap dianjurkan 1,5 – 2 mm.
-      Dalamnya irisan sadap 1-1,5 mm.
-      Waktu penyadapan yang baik adalah jam 5.00 – 7.30 pagi
b.    Hama dan penyakit pada tanaman karet
Yang menjadi gangguan mayoritas pada tanaman karet adalah penyakit sedngkan hama pada tanaman karet hanya bersifat minor.

1.    Penyakit pada tanaman karet
Ada lebih dari 22 jenis penyakit pada tanaman karet, namun yang paling sering dijumpai adalah penyakit jamur akar putih dan penyakit kering alur sadap.

·         PENYAKIT JAMUR AKAR PUTIH ( Ringgidoporus microporus)
1. DESKRIPSI PENYAKIT JAMUR AKAR PUTIH (JAP)
a. Pengenalan
Penyakit Jamur Akar Putih disebabkan oleh Rigidoporus lignosus atau R. microporus yang menyerang akar tunggang maupun akar lateral. Penyakit ini dapat mengakibatkan kematian tanaman dengan intensitas yang sangat tinggi terutama pada tanaman karet yang berumur 2-4 tahun. Serangan dapat terjadi mulai pada pembibitan, tanaman belum menghasilkan (TBM) sampai tanaman menghasikan (TM). Pada permukaan akar terserang ditumbuhi benang-benang jamur berwarna putih kekuningan dan pipih menyerupai akar rambut. Benang-benang tersebut menempel kuat pada akar sehingga sulit dilepas. Akar tanaman yang sakit akhirnya membusuk, lunak dan berwarna coklat. Gejala ini baru terlihat apabila daerah perakaran dibuka. Membusuknya akar diduga karena rusaknya struktur kimia kulit dan kayu akibat enzim yang dihasilkan jamur. Rizomorpha adalah paduan kompak benang-benang jamur yang menyerupai akar tanaman. Rizomorpha R. lignosus yang muda berwarna putih dan bentuknya pipih, semakin tua umur rizomorpha warna putih berubah menjadi kuning gading dan bentuknya menyerupai akar rambut. Selain dapat menyerang secara akut, R. lignosus dapat pula menyerang secara kronis pada tanaman yang telah tua. Gejala serangan secara kronis tersebut tidak tampak jelas dan baru terlihat apabila tanaman dibongkar sebagian akar-akarnya telah ditumbuhi rizomorpha jamur.
Tanaman karet yang terserang daun-daunnya berwarna hijau kusam, layu dan gugur, kemudian diikuti dengan kematian tanaman. Jamur ini menular melalui kontak langsung antara akar atau tunggul yang sakit dengan akar tanaman sehat. Pada perakaran tanaman sakit tampak benang-benang jamur bewarna putih dan agak tebal ( rizomorf ). Penyakit akar putih sering dijumpai pada tanaman karet umur 1-5 tahun terutama pada tanaman yang bersemak, banyak tunggul, sisa akar, dan pada tanah gembur atau berpasir. Jamur kadang-kadang menbentuk badan buah mirip topi bewarna jingga kekuning-kuningan pada pangkal tanaman. Spora dapat juga disebarkan oleh angin yang jatuh di tunggul dan sisa kayu akan tumbuh membentuk koloni. Umumnya penyakit akar terjadi pada pertanaman bekas hutan atau tanaman, karena banyak tunggul dan sisa-sisa akar sakit dari tanaman sebelumnya yang tertinggal di dalam tanah yang menjadi sumber penyakit.
Penyakit jamur akar putih (JAP) pada tanaman karet sering menimbulkan masalah di beberapa negara produksi karet terutama Indonesia dan Malaysia. Penyakit ini dapat dijumpai di pembibitan, kebun entres, tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM), bahkan di area kebun karet tua. Di Indonesia, diperkirakan kerugian finansial sebagai akibat kematian oleh Jamur akar putih mencapai Rp. 300 milyar per tahun dengan tingkat keparahan lebih dari 3 % di perkebunan besar swasta dan negara dan 5% akan mengakibatkan turunnya produksi sebesar 89.43 kg/ha/tahun. Hasil perhitungan Situmorang (2004) penurunan produksi karet kering terjadi rata-rata 2.7 kg/pohon atau 54 kg/pohon/20 tahun.
b. Pengamatan
Tujuan pengamatan adalah mengetahui kondisi ekosistem kebun yang meliputi antara lain keadaan tanaman, gejala serangan penyakit dan faktor lingkungannya seperti iklim, tanah dan air. Hasil pengamatan dianalisa untuk pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan dalam mengelola ekosistem di kebunnya. Pengamatan dilakukan sesuai luasan yang dimiliki oleh petani. Apabila ada tanaman yang daun-daunnya berwarna hijau gelap atau kusam, permukaan daun menelungkup, adakalanya membentuk bunga dan buah padahal belum sesuai dengan umurnya, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan membuka tanah di sekitar pangkal batang tanaman untuk melihar tingkat serangan penyakit.
Bagian tanaman yang diamati
Batang, cabang dan ranting pada daerah yang bercurah hujan tinggi.
Interval pengamatan
1-2 minggu sekali, dimulai pada awal sampai akhir musim hujan terutama daerah yang sering diserang jamur upas dan berkelembaban tinggi.
Intensitas Serangan
Ringan : bagian pangkal atau atas percabangan tampak benang putih seperti sutera.
Berat : Cabang atau ranting yang terserang akan membusuk dan mati serta mudah patah.
Untuk meyakinkan adanya serangan jamur akar putih pada suatu areal pertanaman karet, dapat dilakukan dengan cara menutup leher akar tanaman yang dicurigai dengan mulsa/serasah/rumput kering, 2-3 minggu kemudian akan tampak benang-benang jamur yang melekat pada leher akar apabila mulsa diangkat. Pengamatan tajuk tanaman untuk keseluruhan areal kebun karet dilakukan setiap 3 bulan, dimulai sejak tanaman berumur 6 bulan. Pemeriksaan dengan menggunakan mulsa dilakukan setiap 6 bulan yaitu pada awal dan akhir musim hujan.
2. Penularan dan Perkembangan Jamur Akar Putih
Penyakit jamur akar putih yang disebabkan oleh jamur Rigidoporus lignosus termasuk katagori jamur yang bersifat parasit fakultatif, yang berarti bahwa patogen tersebut tidak dapat bertahan lama tanpa adanya sumber makanan. Hal ini menunjukkan bahwa timbulnya penyakit JAP sangat ditentukan oleh adanya sisa-sisa akar/tunggul tanaman sebelumnya di dalam kebun. Sumber penyakit JAP lainnya yang tidak dapat dikesampingkan adalah penggunaan bibit sakit akibat seleksi bibit tidak dilakukan dengan cermat atau karena tenaga seleksi yang tidak terampil. Disamping itu spora yang dihasilkan dari tubuh buah jamur dapat menjadi sumber infeksi melalui media perantara berupa tunggul-tunggul/akar di dalam kebun. Spora jamur akan berkecambah apabila jatuh pada penampang tunggul segar kemudian rhizomorf menuju ke akar bawah tunggul yang selanjutnya menjadi sumber infeksi bagi tanaman di sekitarnya.
Penyebaran JAP yang paling dominan terutama melalui kontak akar. Apabila akar-akar tanaman sehat telah saling bersinggungan dengan akar yang terinfeksi, maka rhizomorf JAP akan menjalar ke akar sehat menuju ke leher akar dan selanjutnya rhizomorf akan menjalar ke akar-akar samping lainnya. Pohon yang telah terinfeksi akan bertindak sebagai sumber infeksi bagi tanaman lainnya. Hal ini menyebabkan pertanaman karet yang terserang JAP cenderung mengelompok yang makin lama makin luas. Sebagai gambaran, bila seandainya terdapat 50 pohon mati/sakit dari suatu areal dengan tingkat infeksi baru sebanyak 10% setiap bulan, maka setelah jangka waktu satu tahun (t) jumlah tanaman sakit menjadi 50 + (10% x 12) atau 110 pohon. Untuk menghitung jumlah tanaman sakit setelah waktu tertentu (t) dapat disederhanakan dengan menggunakan rumus Van der Plank (1963) sebagai berikut:
[Xt = Xo (1 + rt)]
Keterangan :
Xt = jumlah tanaman sakit setelah waktu t
Xo = jumlah tanaman sakit pada awal infeksi (t = 0)
R = laju infeksi, tanaman yang terinfeksi selama periode t
T = jangka waktu berkembangnya penyakit
Pada kasus tersebut, bahwa penyebaran penyakit ke tanaman sehat hanya terjadi melalui inokulum pada tepi rumpang, sedangkan tanaman yang berada di tengah tumpang tidak merupakan sumber infeksi. Dengan dengan pertambahan tanaman sakit sama dengan uang yang dibungakan dengan bunga tunggal.
aplikasi%20tricho
Gambar 2.3 Penanganan jamur akar putih
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Jamur Akar Putih
Umumnya penyakit jamur akar putih R. lignosus berjangkit dan mengakibatkan banyak kematian pada pertanaman karet muda yang berumur 2-4 tahun. Masalah tersebut umumnya timbul setelah suatu kebun karet diremajakan atau suatu hutan dikonversikan menjadi kebun karet. Timbulnya penyakit akar R. lignosus erat hubungannya dengan kebersihan lahan. Tunggul atau sisa tebangan pohon, perdu dan semak yang tertinggal dalam tanah merupakan substrat R. lignosus. Potensi R. lignosus sangat ditentukan oleh banyaknya tunggul di lahan yang bersangkutan. Lama bertahan R. lignosus dalam tanah disamping ditentukan oleh hal tersebut juga ditentukan oleh ikut sertanya organisme renik yang melapukkan tunggul. Jamur akar putih berkembang dengan baik pada tanah posporus hingga di daerah liparit yang terdapat luas di Sumatera Timur dan Jawa Timur bagian Selatan. Penularan penyakit terjadi karena adanya kontak antara akar sakit dan sehat atau adanya miselium yang tumbuh dari food base di sekitar perakaran tanaman sehat. Lama penularan penyakit pada tanah berpasir dapat bervariasi antara 1-2 tahun.
4. Pencegahan Penyakit Jamur Akar Putih
Pencegahan Penyakit Jamur Akar Putih pada tanaman karet dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
  1. Pembongkaran atau pemusnahan tunggul akar tanaman.
  2. Penanaman bibit sehat. Bibit stum mata tidur yang akan dimasukkan ke polybag atau akan ditanam sebaiknya diseleksi dulu, bibit yang tertular masih dapat digunakan dengan cara mencelupkan bagian perakaran dengan larutan terusi 2%.
  3. Pada areal yang rawan jamur akar putih, yaitu lahan yang terdapat banyak tunggul, tanah gembur dan lembab sebaiknya tanaman ditaburi belerang sebanyak 100-200 gr/pohon selebar 100 cm, yang kemudian dibuat alur agar belerang masuk kedalam perakaran. Pemberian belerang ini diberikan setiap tahun sekali sampai dengan tanaman berumur lima tahun.
  4. Pemupukan yang rutin agar tanaman sehat.
5. Pengendalian Penyakit Jamur Akar Putih
Pengendalian penyakit JAP saat ini lebih dititikberatkan pada pengendalian hama/penyakit terpadu (PHT) sejalan dengan peraturan pemerintah tentang Integrated Pest Management (IPM) yaitu dengan menggabungkan beberapa komponen pengendalian seperti kultur teknis, biologis dan kimiawi sebagai berikut:
  1. Menanam klon yang tahan seperti BPM 107, PB 260, PB 330, AVROS 2037, PBM 109, IRR 104, PB 217, PB 340, PBM 1, PR 261, dan RRIC 100, IRR 5, IRR 39, IRR 42, IRR 112 dan IRR 118.
  2. Jarak tanam diatur tidak terlalu rapat.
  3. Cabang/ranting yang telah mati dipotong dan dimusnahkan.
  4. Cabang yang masih menunjukkan gejala awal (sarang laba-laba) segera dioles dengan fungisida Bubur Bordo, Calixin 750 EC atau Antico F-96 hingga 30 cm ke atas dan ke bawah.
  5. Bubur Bordo dan fungisida yang mengandung unsur tembaga tidak dianjurkan pada tanaman yang telah disadap, karena dapat merusak mutu lateks.
  6. Pada kulit yang mulai membusuk harus dikupas sampai bagian kulit sehat.
  7. kemudian dioles fungisida hingga 30 cm keatas dan ke bawah dari bagian yang sakit.
  1. Secara Kultur Teknis
Pengendalian secara kultur teknis dapat dilakukan melalui beberapa tindakan diantaranya pengolahan tanah, seleksi bibit, pemeliharaan tanaman dan penanaman kacangan penutup tanah.
a. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah secara mekanis bertujuan untuk menghilangkan sumber infeksi, menyingkirkan tunggul dan sisa-sisa akar tanaman sebelumnya yang dapat menjadi sumber infeksi atau menekan R0. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kenyataan bahwa akar karet berdiameter 1 cm dengan panjang 4 cm cukup untuk menjamin ketersediaan makanan R. lignosus hingga kurang lebih 4 bulan pada tanah tanpa penutup kacangan (Sinulingga, 1987) dan 3 bulan pada penutup tanah kacangan (Fox, 1970). Oleh sebab itu disamping tunggul, akar-akar lateral perlu dimusnahkan.
b. Seleksi Bibit         
Seleksi bibit sebagai bahan tanam merupakan pekerjaan penting yang harus dilakukan, namun pada kenyataannya hal itu selalu diremehkan bahkan diabaikan, sehingga setelah satu tahun bahkan enam bulan ditanam di lapangan banyak tanaman yang mati disebabkan oleh JAP. Hal ini membuktikan bahwa bibit tersebut telah terinfeksi oleh JAP sebelum dipindahkan ke lapangan. Sebagai akibatnya bukan saja biaya pemeliharaan meningkat akan tetapi penyiapan pohon untuk penyisipan selalu menjadi kendala (tidak tersedia).
c. Penanaman Kacangan Penutup Tanah
Pada tahun 1960-an, perkebunan karet dianjutkan agar bebas dari persaingan sehingga tanpa ada gulma di sekitar tanaman. Tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa secara jangka panjang cara tersebut berdampak negatif terutama terjadi erosi akibat hujan. Oleh karena itu kebijaksanaan yang ditempuh dewasa ini adalah membangun kacangan sebagai penutup tanah pada tanaman TBM atau lebih dianjurkan sebelum tanaman karet ditanam (Mangoen Soekardjo, 1981). Hasil penelitian kacangan sebagai penutup tanah menunjukkan bahwa tanaman kacangan ternyata dapat mengurangi tingkat serangan JAP. Hal ini disebabkan penutup tanah kacangan dismaping dapat mempercepat pembusukan sisa-sisa akar juga mendorong atau meningkatkan mikroba tanah seperti Actinomycetes atau jamur-jamur lain yang bersifat antagonis terhadap Rigidoporus lignosus (Basuki, 1985).
2). Pengendalian Biologi
Pengendalian biologis dengan bahan biofungisida TRIKO SP plus merupakan tindakan preventif untuk mencegah meluasnya penyakit JAP. Biofungisida TRIKO plus mengandung dua agensia yang bersifat antagonis terhadap JAP dan bersifat dekomposisi dapat digunakan sejak awal, mulai dari pencampuran tanah pengisi lubang tanam pada saat menanam kemudian diikuti dengan penaburan di sekeliling pohon sejak tanaman berumur 6 bulan di lapangan. TRIKO Plus ditabur di sekeliling pangkal pohon hingga radius 50 cm dengan interval 6 bulan selama TBM minimal 6 kali tergantung banyaknya sumber infeksi di lapangan.
Cara pengaplikasi Trico-SP, bahan berbentuk serbuk yang mengandung Trichoderma sp ini dicoba pada tanaman muda dan sudah menghasilkan. Penggunaan 50 gram/pohon diberikan untuk pencegahan serangan JAP pada tanaman saat di polibag dan saat ditanam di lapangan, sementara 100gram/pohon diberikan pada pohon yang sudah terserang. Bahan ini dicampur dengan tanah di polibag dan di lubang tanam, sementara untuk tanaman yang sudah menghasilkan, terlebih dahulu dibuat parit keliling radius 0.5 m dari pangkal pohon yang akan diisi oleh Trico-SP dan ditutup kembali dengan tanah.
3). Pengendalian Kimiawi
Pengendalian penyakit JAP secara kimiawi merupakan tindakan kuratif yang dilakukan pada tanaman sakit. Penggunaan bahan kimia semula aplikasinya dilakukan dengan cara pelumasan (pointing) menggunakan bahan fungisida Collar Protectant (CP) dengan bahan aktif Penta Chloro Nitro Benzene (PCNB) seperti Fomac 2, Ingropasta, Shell Collar Protectant dan fungisida Tridemorf (Calixin CP). Aplikasi dengan cara pelumasan ini sulit untuk dilaksanakan karena harus membuka perakaran terlebih dahulu dan keterbatasan tenaga. Kemudian dengan berkembangnya teknologi maka aplikasi fungisida dilakukan dengan cara penyiraman (Dranching). Fungisida yang efektif terhadap JAP adalah Bayleton 250 EC dengan dosis 10-15 cc/liter air/pohon/aplikasi dengan interval aplikasi 4 bulan. Bagi pohon karet yang mengalami infeksi berat aplikasi fungisida dianjurkan dengan cara pelumasan dengan membuka leher akar terlebih dahulu. Cara pelumasan ini ndapat digunakan fungisida Bayleton 250 EC yang dicampur dengan kaolin dan Agristick. Bahan campuran ini mudah diaplikasikan sehingga dalam pelaksanaannya tidak mengalami kesulitan. Dalam konsepsi pengendalian penyakit secara terintegrasi, penggunaan pestisida masih tetap diperlukan. Oleh sebab itu monitoring untuk mengetahui serangan penyakit secara dini merupakan langkah awal keberhasilan pengendalian penyakit.
Cara pengaplikasian Bayleton, Bayleton 5 cc/l dicampur dengan air sampai menjadi satu liter, disiramkan di sekitar pangkal pohon dengan sebelumnya membuat parit keliling agar campuran bayleton tersebut dapat terserap hingga ke daerah perakaran tanaman. Berdasarkan umur tanaman, campuran bayleton tersebut diberikan sebanyak 250 ml/pohon (< 1 tahun), 500 ml/pohon (2-3 tahun) dan 1000 ml/pohon > 3 tahun). Pada perlakuan pengobatan diberikan 1000 ml/pohon yang diulang setiap enam bulan sekali.
Berdasarkan hasil pengamatan satu tahun setelah aplikasi, pada kasus pohon per pohon, dimana hanya beberapa pohon dengan tetangga terdekatnya yang diobati, kematian karet pada sub plot yang diberi perlakuan bayleton sebesar 5.3%, sedangkan sub plot dengan perlakuan Trico-SP adalah sebesar 8.1%. Aplikasi bayleton dan Trico-SP pada semua pohon dalam plot memperlihatkan kematian satu tahun setelah aplikasi sebesar 5.3% dan Trico-SP sebesar 5.1%. Dengan relatif rendahnya tingkat kematian setelah satu tahun pengobatan, dua cara pengendalian tersebut sangat diperlukan untuk menahan dan mengontrol serangan JAP, terutama dalam penggabungan penggunaan Trico-SP di tingkat pencegahan dan Bayleton pada pengobatan lebih lanjut.
Dilakukan pada saat serangan dini dan dilaksanakan setiap enam bulan sekali. Pengobatan dilakukan dengan cara menggali tanah pada daerah leher akar, kemudian leher akar diolesi dengan fungisida dan tanah ditutup kembali dengan tanah 2-3 hari setelah aplikasi. Jenis fungisida dan alternatif penggunaannya adalah sebagai berikut:
  1. Pengolesan : Calixin CP, Fomac 2, Shell CP dan Ingro Pasta 20 PA.
  2. Penyiraman: Alto 100SL, Anvil 50 SC, Bayfidan 250 EC, Bayleton 250 EC, Sumiate 12.5 WP, Tilt 250 EC dan Calixin 750 EC.
  3. Penaburan: Belerang, Bayfidan 3G, Anjap P, Biotri P dan Triko SP+.
  4. Pada areal tanaman yang mati sebaiknya dilakukan pembongkaran tunggul dan diberikan belerang sebanyak 200 gr, agar jamur yang ada mati.

·         PENYAKIT KERINR ALUR SADAP ( KAS )

            Kering alur sadap ( KAS ) atau TPD ( tapping panel dryness ) atau BB ( brown bast ) adalah gangguan fisiologi tanaman karet yang alur sadapnya kering dan tidak mengalirkan lateks bila disadap. Pada mulanya gangguan ini dianggap sebagai penyakit yang bersifat patogenik, namun kemudian dari hasil – hasil penelitian terbukti bahwa kejadian ini hanya merupakan gangguan fisiologis. Penyebab utama terjadinya KAS adalah ketidak–seimbangan antara lateks yang dieksploitasi dengan lateks yang terbentuk kembali ( regenerasi / biosintesis ).
            Dewasa ini hampir di semua areal perkebunan karet terjadi gangguan KAS dengan berbagai intensitas. Secara umum di PTP Nusantara IX ( Persero ) kejadian KAS berkisar antara 5 – 15 % terhadap populasi tanaman menghasilkan ( TM ). Namun demikian laporan mengenai data tersebut sering tidak akurat, mengingat tingginya angka KAS menjadi penilaian negatif bagi pihak kebun. Pada waktu mendatang KAS harus ditanggulangi secara preventif dan kuratif, sehingga penilaian terhadap pihak kebun tidak lagi didasarkan pada besarnya intensitas KAS saat ini tetapi didasarkan pada angka penurunan sepanjang periode tertentu.
            Variasi intensitas KAS yang terjadi pada berbagai lokasi dipengaruhi oleh faktor – faktor : jenis klon, sistem eksploitasi dan stimulasi, pemeliharaan tanaman dan umur tanaman. Klon – klon dengan sifat metabolisme tinggi sering memiliki intensitas KAS yang tinggi. Intensitas eksploitasi yang tinggi akibat frekuensi sadap, panjang irisan dan penggunaan stimulan yang berlebihan juga mendorong terjadinya gangguan KAS. Tanaman yang memperoleh pemeliharaan yang baik dan cukup diberikan pemupukan akan jauh dari gangguan KAS, mengingat kapasitas produksinya mendukung untuk dieksploitasi. Tanaman yang berumur lebih tua umumnya mengalami KAS lebih tinggi, hal ini logis karena adanya interaksi dengan intensitas eksploitasi yang lebih tinggi.

GEJALA KAS

            KAS merupakan penyakit fisiologis yang relatif terselubung, karena secara morfologis tajuknya sehat tetapi kulit tidak mengeluarkan lateks bila disadap, sehingga mengharuskan tanaman tetap dalam pemeliharaan dan memerlukan masukan sarana produksi sebagaimana pohon sehat.
Kondisi tajuk yang tumbuh dengan baik seringkali memiliki penampakan pertumbuhan yang lebih jagur dibandingkan dengan pohon normal. Secara fisiologis dapat diterangkan, karena hasil asimilat hanya diarahkan untuk membentuk kayu ( xylem ). Pada gejala KAS awal sebagian alur sadap kering, kemudian lebih lanjut terlihat kulit bidang sadap kering hingga pecah – pecah dan mengelupas. Serangan penyakit lain secara sekunder dapat terjadi pada bidang sadap ini, sehingga sering mengaburkan pengertian mengenai penyakit KAS.
            Secara histologis, gejala KAS ditandai oleh kerusakan membran inti sel dan lutoid. Di dalam sel pembuluh lateks terjadi koagulasi lateks dan pembentukan sel atau jaringan tilosoid mengakibatkan jaringan pembuluh lateks tertutup sehingga daerah aliran lateks mengalami kekeringan.

PENGISTIRAHATAN POHON

            Penanggulangan KAS yang hingga kini masih diterapkan di kebun – kebun PTPN. IX ( Persero ), hanyalah dengan mengistirahatkan atau tidak menyadap pohon terserang KAS. Cara pengistirahatan ini terbukti tidak efektif, karena berdasarkan pengamatan di kebun ternyata pohon yang telah diistarahatkan selama 3 – 5 tahun tidak menjadi sembuh bahkan KAS menjalar ke bidang sadap lain baik ke kulit perawan atau pada tahap lanjut ke kulit pulihan.
Kondisi tersebut akan merugikan usaha perkebunan karet seperti terlihat contoh hitungan dibawah ini :
Setiap 1 cm kulit dapat disadap 6 x dengan produksi per iris = 140 cc
= 35 gram/pohon/sadap
atau
210gram karet kering per cm ( asumsi K3
: 25 % )
 Berdasarkan pengamatan, panjang panel terserang KAS umumnya sekitar 50-100 cm,
 Kerugian per pohon akibat KAS ( 50 cm ) = 50 x 210 gram karet kering = 10,5 kg karet kering
 Bila serangan BB per ha adalah 10 %, maka :
Kerugian per hektar ( 10 % x 400 pohon/ha ) = 40 x 10,5 kg kare
t kering = 420 kg karet kering
 Dengan perhitungan di atas dan apabila harga karet kering = Rp. 18.000,-/kg maka
kerugian per hektar mencapai
sekitar 7,5 juta rupiah lebih.
 Apabila kebun memiliki luas ribuan ha tanaman produktif maka kerugian diperkirakan mencapai miliaran rupiah per kebun.


PROSES PENYEBARAN

           
Sebagaimana terlihat pada perkembangan gejala awal hingga gejala lanjut KAS, maka penyebaran pada setiap pohon juga merupakan penyebaran sel – sel tilosoid yang sesuai dengan arah sadapan dan alur pembuluh lateks.
            Pertama kali dari bidang sadap B0-1 mengarah ke seluruh B0-1 di bawah irisan sadap. Hal ini terjadi bila kecepatan terbentuknya tilosoid lebih tinggi dari irisan sadap pada penyadapan berikutnya. Penyebaran menyeberang ke bidang sadap B0-2 bagian bawah kemudian ke atas hingga bertemu dengan irisan sadap dari atas. Sebelum sadapan mencapai jaringan ini, penyebaran tilosoid sudah menyeberang lagi ke bidang sadap B1-1 ke bawah lagi B1-2 atau ke atas mencapai H0 dan seterusnya bergerak ke arah yang masih memungkinkan.
DETEKSI KAS
            Ada cara mudah untuk mendeteksi gangguan KAS tanaman karet. Cara paling sederhana adalah bila gejala awal KAS ( KAS parsial ) telah terjadi yakni dengan test tusuk sesuai dengan arah penyebaran KAS. Cara ini digunakan untuk pelaksanaan mengatasi KAS secara kuratif.

PENANGGULANGAN KAS
            Sebaiknya KAS ditanggulangi secara terpadu baik preventif maupun kuratif. Secara preventif penanggulangan KAS memerlukan beberapa pendekatan, antara lain melalui kultur teknis dan sistem eksploitasi yang tepat.
           
Tulisan ini lebih memfokuskan pembahasa terhadap penanggulangan KAS secara kuratif, melalui teknik bark scraping dan aplikasi formula No BB yang dikembangkan oleh Dr. Siswanto di Biotek Perkebunan Bogor. Pokok – pokok utama penanggulangan KAS tersebut meliputi :
- Pembuangan / pengikisan / pengerokan kulit ( bark scraping ) hingga kedalam 3 – 4 mm dari kambium pada hari ke – 0.
- Bersihkan bidang yang dikerok dengan lap yang streril hingga bersih dari sisa latek.
- Aplikasi atau pengolesan formula No BB sekitar 50 ml/poh
on pada hari ke – 1, 30 dan 60.
- Mencegah serangan hama bubuk dengan penyemprotan insektisida Matador, Akodan atau Supracide
pada hari ke – 0, 7 dan 14.
- Penyadapan kulit sehat dapat diteruskan setelah proses pengobatan se
lesai yakni mulai hari ke – 90.
- Kulit bekas KAS dapat pulih setelah 12 bulan sejak bark scraping dilakukan dan k
etebalan kulit mencapai > 7 mm.
- Efektivitas penyembuhan dengan teknik ini adalah 80 -90 %.
PengedalianPenyakit
Gambar2.4. Pengolesan formula

·         HAMA PADA TANAMAN KARET

1.    Tungau (Tarsonemus translucens)
Tungau berukuran sangat kecil, tetapi bersifat pemangsa segala jenis tanaman (polifag). Serangga dewasa panjangnya + 1 mm, bentuk mirip laba-laba, dan aktif di siang hari. Siklus hidup tungau berkisar selama 14-15 hari. Tungau menyerang tanaman cabai dengan cara mengisap cairan sel daun atau pucuk tanaman. Akibat serangannya dapat menimbulkan bintik-bintik kuning atau keputihan. Serangan yang berat, terutama di musim kemarau, akan menyebabkan cabai tumbuh tidak normal dan daun-daunnya keriting. Pengendalian tungau dapat dilakukan dengan cara disemprot insektisida akarisasi seperti Omite EC (0,2%) atau Mitac 200 EC (0,2%).
           Gambar 2.5. Tungau
2.    KUMBANG PENGGEREK
Kumbang penggerek biasanya menyerang Tanaman pohon mangga dan menghisap getahnya. Namun karena pengaruh alam maka [ada saat ini ditemukan bahwa kumbang penggerek mulai menyarang tanaman karet.

220px-Weevil_September_2008-1
Gambar 2.6. Kumbang penggerek

3.    Kutu lak
            Kutu lak tidak dapat hidup pada manusia atau hewan tetapi hidup menumpang pada tanaman inangnya. Namun tidak semua tanaman dia senangi. . Kutu ini hanya setia pada kekasihya yang hanya satu-satunya pohon yang paling cocok dijadikan tempat hidupnya. Tanaman itu ada disekitar kita, namun sudah mulai langkah. Tanaman itu kita kenal dengan nama ”Kesambi” dengan nama latin (Schleichera oleosa, Merr), termasuk salah satu tumbuhan hutan yang beradopsi lokal, bermanfaat serbaguna (multi purpose) dan bernilai ekonomis dan sangat potensial.
reIe6RzPIyGN5M
Gambar 2.7.  Kutu lak pad daun karet.

            Kutu lak hidup dengan cara bersidiosis dengan semut, karena semut menghasilkan kelenjar madu. Kutu lak mengganggu tanaman karet karena kutu lak menghisp cairan dari dalam daun karet sehingga dun karet menjadi menguning dan akhirnya mati.

grainweevil
Gambar 2.8. kutu lak

4.    Rayap
            Rayap ada jauh sebelum manusia adaPearce (1997) menyatakan kurang lebih 100 juta tahun yang lalu.   Rayap mengapa tetap ada ?.  Kelestarian kehidupan rayap didukung oleh cara hidupnya yang memberikan keuntungan besar baginya.  Rayap hidup dalam satu masyarakat yang ter-organisasi.  Dengan  cara itu, rayap hidup berkelompok (koloni) dalam jumlah yang besar sehingga terbentuk pertahanannya. Organisasi komunal bertambah effisien dengan adanya spesialisasi (kasta).  Sebagian individu dari koloni itu  ditugaskan untuk membuat sistem pertahanan, melawan musuh, dan melindungi individu lainnya.  Itulah Kasta  Prajurit.  Individu-individu  lain bekerja terus tanpa henti, memelihara telur dan rayap muda, serta memindahkannya pada saat terancam ke tempat yang lebih aman,  memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makanan, menumbuhkan jamur dan memeliharanya. Itulah Kasta PekerjaBahkan kadang-kadang mereka memakan rayap lain yang lemah sehingga hanya individu-individu yang kuat saja yang dipertahankanSemua ini merupakan mekanisme pengaturan keseimbangan energi di dalam koloni rayap.   Organisasi komunal rayap itu, dipimpin oleh Kasta Reproduktif (ratu).  Munculnya spesialisasi menuntut sistem komunikasi yang baikMisalnya suatu tanda yang memberitahukan adanya bahaya, sumber makanan dan atau tanda bagi proses penunjukan ratu baru.  Sistem komunikasi itu hadir dalam kehidupan rayap dalam berbagai bentuk (bunyi, sentuhan, feromon, dll).    Organisasi, spesialisasi1), dan komunikasi yang baik dalam dunia kehidupan mendukung kelestariannya.        

termite
Gambar 2.9.  Populasi rayap

drywood-termite-solders
Gambar  2.10.  Rayap pekerja yang memiliki rahang yang kuat sehingga dapat merusak kayu

termite%27s%20nest
Gambar 2.11. Sarang rayap

            Sarang rayap dan cara hidup rayap inilah yang akhirnya dapat mengganggu pertumbuhan yanaman karet.
            Kini rayap telah menyebar tidak saja di daerah tropika dan sub tropika, namun cenderung meluas  ke daerah-daerah temprate dengan batas-batas 50o Lintang Utara dan Lintang Selatan.  Mengapa bisa? padahal rayap adalah  serangga yang berukuran kecil, sangat lemah, mempunyai kemampuan terbang yang terbatas, sayapnya mudah tanggal, dan serangga ini   pun (laron) sangat disukai predator.  Berkaitan dengan masalah itu, maka muncullah beberapa hipotesis yang berkaitan dengan perkembangan daratan sebagai tempat penyebaran rayap;
·         1.            Terdapat daratan yang menjembatani Selat Bering  di daerah tropika  yang memungkinkan rayap dari daerah Amerika Selatan bermigrasi ke daerah Australia, Daerah Oriental, dan Ethiopia demikian juga sebaliknya.
·         2.            Amerika belahan selatan dan utara dihubungkan dengan Isthmus, pada Periode Eocene dan sesudah/akhir periode Cretaceus;
·         3.            Australia dihubungkan dengan Daerah Oriental pada saat Periode Cretaceus; dan Madagaskar kemungkinan berdampingan dengan daratan Afrika pada Periode Eocene atau lebih awal lagi.
5. Uret tanah / lundi
            Uret tanah atau lundi dapat menyebabkan kerusakan pada batang tanaman karet.

Gejala Serangan
            Tanaman yang terserang berwarna kuning, layu dan akhirnya mati
Penyebab
Uret tanah Helotrichia serrata, H. sufoflava, H. fessa, Anomala varians, Leucophalis sp
dan Exopholis sp

6. Tapir (Tapirus indicus)
tapir_1
Gambar 2.12. Tapir
            Tapir merupakan satwa berkuku ganjil seperti kuda dan badak mempunyai belalai yang kuat meskipun tidak begitu panjang, kaki pendek dan tegak. Warna kulit terbagi menjadi 2 bagian yaitu hitam dan putih sedangkan bayi tapir warna kulitnya coklat bergaris totol-totol putih horisontal. Habitatnya di hutan tropika, wilayah Burma, Thailand, Semenanjung Indocina dan Sumatera.
Tapir adalah hewan berkuku ganjil yang sedang besarnya dan dalam beberapa hal mirip dengan badak. Tapir merupakan anggota famili Tapiridae yang bersama dengan badak (Rhynocerotidae) tergolong subordo Tapiromorpha. Hewan ini adalah hewan yang montok dengan kulit yang tebal. Berat hewan jantan 180 – 360 kg dan yang betina 80 – 180 kg. kaki depan mempunyai 4 jari, kaki belakang 3 jari, tetapi yang keluar pada kaki depan hanya jari yang kecil dan di atas tanah yang keras tidak meninggalkan bekas. Gigi tapir ada 44 buah. Gigi taring di rahang bawah telah berkembang dengan baik, akan tetapi yang ada di rahang atas lebih kecil daripada gigi seri yang ketiga. Perbedaan utama dengan badak secara lahiriah ialah: tidak ada cula, moncong yang ada di ujungnya memenjang menjadi semacam belalai dengan lubang hidung, leher agak panjang, tidak adalipatan-lipatan kulit dan adanya bulu-bulu.
            Tapir melayu, atau biasa disebut dengan tapir adalah tipe yang paling menyimpang dari jenis yang lain dan karena itu ditempatkan dalam suatu genus tersendiri: Acrocodia. Tapir ini adalah tapir yang terbesar dengan berat maksimal 375 kg. Warnanya hitam dengan tubuh yang putih. Putihnya mulai dari belakang tungkai depan dan mencakup seluruh tubuh kecuali tungkai belakang dan ekor. Hewan ini tidak bersurai, belalainya lebih panjang daripada spesies lainnya. Tapir ini hidup di dataran rendah terutama di hutan-hutan rawa Sumatera. Sifatnya agak penakut terutama terhadap manusia, sehingga hidupnya sangat tersembunyi. Mereka berkelana sendiri-sendiri dan mengikuti jalan setapak yang banyak dipakai di hutan.
            Tapir sebenarnya tidak mempunyai alat untuk membela diri, kecuali barangkali kulitnya yang cukup tebal, dan tentu saja sikap takutnya dan kenyataan bahwa ia tidak merugikan dan tidak menghasilkan tanda kenang-kenangan perburuan, ikut berperan melestarikan kelangsungan hidupnya. Tapir merupakan fosil hidup yang unik, yang perlu dilindungi. Umumnya tapir dapat dipelihara dengan baik di kebun-kebun binatang. Mereka juga dapat berkembang biak dengan baik di sana. Namun, terancamnya hutan-hutan di Sumatera yang merupakan habitat aslinya, turut mengancam kehidupan tapir. Berikut ini adalah urutan klasifikasi tapir:
klasifikasi
Kingdom : Animalia
 Phylum : Chordata
Classis : Mamalia
Ordo : Perissodactyla
Famili : Tapiridae
Genus : Tapirus
Species : Tapirus indicus
7. Beruk ( Macaca namestrina )
            Beruk merupakan jenis dari Ordo primata yang mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan macaca pada umumnya. tubuhnya beruk an sedang panjang tubuh 47,0 sampai 58,5 cm, panjang ekor 14 sampai 23 cm dengan berat 3,5 sampai 9 kg. Tubuhnya tertutup oleh mantel.
sml_beruk.jpg
Gambar 2.14. Beruk
rambut berwarna coklat keabu-abuan dan kemerahan. Di bagian kepala, leher, punggung sampai ekor gelap dan di bagian lain berwarna terang, muka dari samping nampak moncong ke depan, sedang jika dilihat dari depan nampak bulat di bagian atas nampak rambut membentuk setengah lingkaran berwarna coklat kemerahan.
            Perilaku : Satwa ini hidup di atas pohon. perpindahan untuk mendapatkan sumber pakan biasanya dilakukan di atas tanah. Hidup dalarn kelompok bervariasi dari 5 - 6 ekor sampai 40 ekor. Kelompok ini tidak menetap di suatu areal tertentu akan tetapi selalu berpindah-pindah. Di dalam kelompok sering dibagi menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil. Satwa ini jika dalarn keadaan bahaya akan menunjukkan perlawanan dengan ekspresi gerakan.
Reproduksi : Tidak ada musim kawin, perkawinan dilakukan sesuai daur birahi sepanjang tahun, lama bunting 130 sampai 180 hari, anak yang dilahirkan selalu ekor dan diasuh selama beberapa bulan dengan disusui dan dibawa kemana saja oleh induknya di perut.
Pakan : Di habitat aslinya beruk memakan beberapa jenis pakan antara lain buah, biji-bijian, kuncup tanaman, insekta dan mamalia kecil, juga ditemui memakan ikan. Di Kebun Raya dan Kebun Binatang Gernbira Loka diberi pakan berupa buah-buahan dan juga sayuran dengan kuantitas pakan 10 % dari berat badannya
Habitat : Lahan yang selalu hujan atau hutan yang ada musim     gugurnya; di wilayah India utara sampai Indonesia.
Klasifikasi :
Nama Indonesia : Beruk
Nama latin : Maccaca namestrina
Ordo : Primata
Familia : Cercopithecidae
8. Babi hutan ( Sus scrofa )
Babi hutan berukuran sedang, panjang total tubuhnya 120 sampai 220 dengan berat badan dapat mencapai 150 kg. Tubuhnya nampak ditumbuhi rambut-rambut panjang yang jarang jarang, kulit berwarna coklat, kepala nampak besar, kurang proporsional jika dibandingkan dengan ukuran tubuhnya. Lubang hidungnya menghadap ke depan seperti corong dengan dibatasi oleh kulit yang tebal. Taringnya kelihatan menyembul ke samping di bagian depan kepala dan di bagian depan bawah telinga terdapat benjolan. Kaki yang pendek tidak memungkinkan babi hutan bergerak lincah. Perilaku : Babi hutan merupakan satwa yang sanggup bertahan hidup pada berbagai macam habitat dan juga dapat bertahan hidup dalam kondisi kekurangan sumber pakan. Satwa ini sering dijumpai hidup berkelompok dalam jumlah antara 20 sampai 30 ekor. Babi hutan jika mencari pakan dilakukan pada waktu sore hari hingga larut malam. Satwa yang sangat agresif ini tidak segan-segan memburu atau melawan adanya gangguan dari binatang lain.
            Reproduksi : Babi hutan matang kelamin setelah berumur 4 tahun, setelah kawin babi hutan betina bunting selama 115 hari. Jumlah anak yang dilahirkan mencapai 10 ekor atau lebih, Di habitatnya babi hutan tahan hidup mencapai umur 20 tahun.
            Pakan : Jenis pakan di habitat aslinya yaitu antara lain dari berbagai jenis tumbuhan, umbi-umbian,  cacing, bekicot,kepiting dan lain-Iain. Di Kebun Binatang Gembira Loka babi hutan diberi pakan berupa sayur-sayuran, umbi-umbian yang berupa ketela rambat dicacah dan bekatul yang dicampur hingga rata.
            Habitat : Babi hutan hidup di semak belukar dan hutan, juga dapat dijumpai di lingkungan yang kering; di wilayah Asia Tenggara.
Berkas:Zwijntje.JPG
Gambar 2. 15. Babi hutan
Gejala Serangan
  • Tanaman muda tiba-tiba tumbang
  • Perakaran rusak, daun menjadi layu dan kering
    Penyebab
    Sub barbatus, Sus scrofa vittatus
Klasifikasi
Nama indonesia : babi hutan
Nama latin : sus scrofa
Ordo: artiodactyda
Family : Suidae

BAB III
KESIMPULAN
1.    Taman karet ( hevea brasilliensis ) merupakan penghasil karet yang merupakan komoditas ekspor Indonesia.
2.     Penyakit merupakan pengganggu mayoritas pada tanaman karet.
3.     Ada lebih dari 22 jenis penyakit yang menyerang tumbuhan karet, yang paling sering dijumpai adalah penykit akar putih dan penyakit kering alur sadap.
4.     Penyakit akar putih disebabkan oleh jamur  Ringgidoporus micropus.
5.     Penyakit kering alur sadap disebabkan oleh penyadapan yang berlebihan.
6.    Hama merupakan pengganggu yang bersifat minor.
7.     Hama yang mengganggu tanaman karet diantaranya rayap, kutu lak, uret / lundi, kumbang penggerek, tungau,  beruk, babi hutan dan tapir
















DAFTAR PUSTAKA
Tarumingkeng, R.C. 1971.   Biologi dan Pengenalan Rayap Perusak Kayu Indonesia.  Lap. LPH.  BogoR

http://www.infogigi.com/article/GAMBAR-hama-dan-penyakit-tanaman-karet.html
http://www.membuatblog.web.id/2010/02/budidaya-tanaman-karet.html




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Praktikum Perkembangbiakan Ikan Cupang (Beta Sp.)

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBA UDARA

laporan pembedahan vetebrata